Label

Jumat, 22 Agustus 2014

Seorang Guru

Guru yang kamil (sempurna) ialah seorang Guru yang selalu memberi faedah pada muridnya, dengan kesungguhan dalam perbuatan dan perkataanya, dia memelihara muridnya sewaktu di hadapannya maupun ketika berada jauh daripadanya. Sang Guru memelihara muridnya dengan getaran-getaran kalbunya dalam segala hal yang dikerjakan oleh muridnya. Maka paling sangat berbahaya jika Gurunya sudah berpaling dari si murid. Dalam hal ini jika seluruh Guru dan wali-NYA yang lain dari timur sampai ke barat dikumpulkan seluruhnya, untuk mengubah hati Gurunya, niscaya sia-sia dan tidak akan berhasil, kecuali sang murid sendiri harus berusaha untuk mengubah hati Gurunya dan minta maaf serta mendapat keridhoannya.



Ketahuilah bahwa sesungguhnya Gurumu sangat berat hati tentang apa-apa yang baik untukmu, dengan itu janganlah engkau menuduh dan menyangka bahwa dia menyimpan perasaan dengki dan cemburu terhadap dirimu, dan semoga dijauhkan oleh Allah. Karena kamu hanya memandang sesuatu hal dengan pandangan lahiriah belaka bukan pandangan bashiroh (mata hati dengan Allah).


Awas ! Jangan coba-coba menuntut agar Gurumu mengeluarkan kelebihannya. Karena jika Gurumu seorang Ahlillaah (orang yang meyakinkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah) kekasih Allah, maka ia adalah orang-orang yang teramat merahasiakan kebaikannya, menutupi rahasia-rahasia tentang dirinya, dan sangat jauh untuk menonjolkan dirinya dengan karomah-karomah atau perkara-perkara luar biasa kepada orang banyak meskipun ia amat kuasa dan mampu untuk melakukannya serta diizinkan oleh Allah untuk melahirkannya (memperlihatkan karomahnya).

Jika anda menyimpan penuh ta’zhim (kepatuhan) dan penghormatan setinggi-tingginya



terhadap Gurumu, senantiasa menghargainya, percaya lahir dan batin bersedia mematuhi segala perintahnya, mencontoh akhlaknya, maka itulah tandanya anda sedang mewarisi rahasia-rahasia dari Gurumu dari Gurunya dari Gurunya terus bersambung sampai dari Baginda Nabi Rosulullah SAW, atau sebagian dari rahasia-rahasia tersebut, dan ia terus akan hidup di sisimu sesudah wafatnya Gurumu, inilah anugrah yang terbesar dari Allah SWT yang dapat menghantarkan kita selamat & bahagia di dalam agama, dunia dan akhirat kelak.


Para orang sholeh itu setelah wafat hanya hilang jasadnya saja, pada hakikatnya masih hidup seperti sedia kala malah tambah tajam pandangan bashirohnya dan makin kuat tawajuhnya (menghadap) kepada Allah.

Minggu, 07 Oktober 2012

Unsur Tauhid dalam Makan



Doa Allahumma baarik lanaa fii maa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar, itu doa yang simpel tetapi memiliki kandungan yang luar biasa. Mengapa? Karena untuk menepis barang-barang yang diketahui atau tidak diketahui, terutama barang yang haram, dan al-khabaaits (dari doa masuk WC, ”Allahumma innii a’uuzhu bika min al-khubutsi wa al-khabaa-its). Karena doa-doa ini, sekalipun dibaca di tempat dan waktu yang berbeda, namun masih memiliki kaitan. Para sesepuh kita dahulu kalau makan itu memakai pakaian yang bagus, rapi, wangi, ceritanya yang baik-baik, kalau ada tamu ceritanya yang menyemangati tamu agar tamu tidak rikuh makan dan tamu nikmat makannya. Hal itu karena beliau-beliau makan sambil menghormati pemberi rezeki, bismillah bin niyah hormat kepada pemberi rizki, sehingga kalau ada nasi yang jatuh sekalipun sebiji (seupa)  itu diambil, karena untuk hormat kepada yang menciptakan dan pemberi rezeki, serta ingat bahwa yang ikut andil dari sebutir nasi itu banyak, dari mulai petani, air, tanah, sinar matahari, penjual, dan lain-lain. Dan ini masuk dalam doa Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar..Kalau dalam nasi saja yang andil banyak, apalagi bangsa dan Negara ini? Apalagi penyebaran Agama Islam ini? Apa penyebaran Agama hanya andil satu kiai? Apa kemerdekaan hanya andil satu atau dua orang?Para auliya’, makannya beliau-beliau saja itu ibadah, karena di dalam makan menyadari ketauhidan Allah, pasrah, ketika makanan masuk maka sadar dan pasrah, karena tanpa campur tangan kuasa Allah, makanan itu tidak bisa masuk ditelan, tidak bisa dicerna menjadi darah, dan lain-lain. Di sinilah unsur tauhid dalam makan. Sehingga tidak ada yang merasa bisa disombongkan..Kalau kita makan kita niati untuk ibadah, maka tubuh ini bisa merasa berat untuk bermaksiat.Mengapa kok dalam doa ada wa qinaa ‘adzaaban naar? Wa qinaa ‘adzaaban naar ini tidak hanya untuk konteks akhirat. Karena belum tentu yang dimakan adalah halal, meskipun secara syari’ah halal. Dan waqinaa ‘adzaaban naar ini kemudian dijawab dalam doa masuk kamar mandi atau WC dan doa setelah buang air. Wallahu a’lam.

Ulama Sodoqun dan Ulama Solihun


Ada dua kelompok ulama. Ada as sodiqun mislu rusul ada as solihun. Maksud mitslu Rusul itu dalam pengertian as Sodikun adalah ulama yang oleh Allah dikuatkan dengan karamat yang dzahir sebagaimana para Rasul yang dikuatkan oleh Allah dengan mu’jizat.  Seperti ada orang yang mau beriman  berkata; tandanya anda rusul apa, saya mau buktinya, saya minta mu’jizatnya. Nah rasul di sini wajib menunjukkan mu’jizatnya.

Demikian pula auliya’-auliya’ itu. Seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Beliau ditanya apa buktinya kalau Nabi  Muhammad bisa menghidupkan orang mati. Syekh Abdul Qodir al Jaelani menjawab,  ‘Terlalu tinggi kalau Nabi saya. Bagaimana dengan Nabimu?’ Orang yang bertanya berkata, “Nabiku bisa menghidupkan orang yang telah mati.” “Caranya bagaimana?,”  lanjut Syekh Abdul Qadir. “Nabiku mengatakan, ‘Qum bi idzinillah,’ hiduplah dengan seijin Allah,” jawab orang itu. “Oke carikan saya orang mati,” pinta Syekh Abdul Qadir.



Syekh Abdul Qodir al Jaelani langsung meng¬hidupkan orang mati itu dengan berkata; ‘Qum Bi Idzni,’ hidup¬lah dengan seijinku. Jangankan Nabi-ku, aku saja bisa. Nabi  terlalu tinggi, kata Syekh Abdul Qodir al Jaelani. ‘Qum bi idzni”, bukan bi idznillah lagi karena  apa, untuk melemahkan orang yang meremeh¬kan Nabi, atau yang tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW. Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak memakai  kata-kata ‘Bi Idznillah’, tapi ‘Qum Bi Idzni’ hakikatnya Syekh Abdul Qodir al Jaelani tetap memohon kepada Allah SWT. Seperti juga karomah Habib Umar bin Thoha Indaramayu waktu bertandang ke Sultan Alaudin, Palembang. Dan seperti Al Habib Alwi bin Hasyim bisa menghidupkan orang mati, tentu saja atas seijin dan kuasa Allah SWT.


Para ulama dan para auliya’ menolong kepercayaan kita atas kebenaran yang dibawa Al Quran; seperti bagaimana ashabul kafi. Ashabul kahfi  bukan rasul,  mereka adalah wali. mereka tidur sampai 360 tahun. Bayangkan saja. Terus karamat Juraij, karamat Luqmanul Hakim dan banyak lagi yang  dicaritakan al Al Quran. Seperti juga Nabi Allah Sulaiman. Dikisahkan dalam al Qur’an beliau bisa berbicara dengan burung.


Wali Allah di Indonesia pun ada yang bisa berbicara bahasa hewan, seperti Mbah Adam dari Krapyak, Pekalongan. Auliya-auliya kita itu dulu begitu. Banyak lagi cerita auliya-auliya ulama-ulama di Indonesia. Ulama Jawa yang karamatnya luar biasa, seperti Mbah Sholeh Semarang, Mbah Kholil Bangkalan, banyak kalau kita ceritakan. Akhirnya dengan adanya yang demikian, kita percanya mantap dengan apa yang disebutkan oleh Al Quran;


أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ


Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: Yunus:62) Dari perilaku, sikap, dan karamat-karamat mereka kita tahu juga bagaimana gambaran dari;



إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ


Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS: Fathir: 28). Kita sudah tidak heran lagi kanapa yang disebut dalam ayat itu adalah ulama. Nah itulah hebatnya auliya-auliya terdahulu, luar biasa, mem¬punyai karamat yang top-top. Banyak lagi kalau diceritakan. Dan kita akan menemukan auliya-auliya yang ada di Indonesia ini luar biasa-luar biasa karamat¬nya. Nah tujuan dari semua ini adalah menolong kita, yang awalnya kepercayaan terhadap  sahabat sangat tipis, suudzon, berburuk sangka dan sebagainya, ditolong oleh para ulama dan para wali-wali Allah SWT.


Kembali kepada para sahabat Nabi. Sahabat Nabi  adalah orang atau generasi pertama yang menerima tongkat estafet dan mewarisi apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Ada banyak hal yang membuat saya kagum ketika saya ber¬bicara tentang keutamaan para sahabat Nabi itu.


Di antaranya saja; kehebatan dan kuatnya keimanan mereka. Saya tidak akan menyebut¬kan yang lain-lain, kita tidak sampai. Dalam istilah jawa itu; kali sak dodo. Sekarang kita lihat bagaimana banyaknya tafsir-tafsir yang menjelaskan maksud Al Qur’an ada ribuan bahkan mungkin jutaan. Satu judul tafsir saja ada yang 50 jilid, 60 jilid. Seperti At Thabari, Fakhru Razi, atau juga yang baru-baru seperti tafsir Syekh Thanthawi. Banyak sekali. Belum lagi yang mem¬bahas fiqih, tauhid dan lain-lain.
Semenatara pada jaman sahabat dulu tidak ada kitab yang menumpuk seperti saat ini. Jangankan kitab, menulis pun tidak, karena banyak di antara mereka yang umiy’; tidak bisa baca-tulis. Begitu ada wahyu disampaikan oleh Rasulullah SAW pada sahabat, dihapal¬kan, dan mereka langsung hapal, langsung percaya, langsung yakin.


Ilmu mereka adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa wahyu atau hadits yang disampaikan oleh Rasullah. Tapi dengan kesederhanaan itu dapat menghasilkan satu keyakinan yang luar biasa yang terpatri dalam hati mereka. Keyakinan yang hebat itu mewarnai dalam ijtihadnya dalam mujahadahnya dan sebagainya. Banyak hadits yang menceritrakan bagaimana kekuatan dan kehebatan keimanan mereka yang luar biasa, bagaimana kecintaan mereka kapada Rasulullah, juga bagaimana kecintaan mereka kepada satu sama lain diantara para sahabat, kecintaan sahabat kepada ahlu bait-nya Rasulullah SAW.


Contohnya sahabat Bilal, bagaimana kecintaan beliau kepada Rasulullah. Pada waktu Rasulullah meninggal, langsung sahabat Bilal mengundurkan diri sebagai muadzin, sebab tidak sampai hati beliau mendengungkan kalimat Allahu akbar. Biasanya dilihat oleh Rasulullah dan sahabat lainnya, sementara pada saat itu Rasul telah mangkat. Sehingga bagaimana mungkin beliau bisa mengeluar¬kan suara sementara Rasulullah SAW yang selalu mendengar adzannya sudah tidak ada. Ketika mau adzan suaranya tidak mau keluar suaranya hilang. Karena apa? Sayidina Bilal Shock, karena mahabbah, kecintaan yang luar biasa kepada Rasulullah SAW. Sahabat Bilal bungkam, diam di Madinah sampai Rasulullah  dimakamkan. Setelah Rasulullah SAW dimakamkan sahabat Bilal tidak betah. Lalu sahabat Bilal pindah ke Syam (Syiria).


Di Syam  tadinya sahabat Bilal membayangkan akan mendapatkan sedikit ketenangan, tapi malah sebaliknya yang terjadi, terbayang wajahnya Rasulullah di mukanya terus, ahirnya ditemui oleh Rasulullah dalam mimpi. Ditanya oleh Rasulullah, ‘Bilal mengapa engkau  tinggal ditempat yang jauh betul dari Aku, katanya engkau ingin dekat dengan Aku, mengapa kamu pundah ke Syam?’ Langsung hari itu juga Sahabat Bilal pulang ke Madinah Al Munawroh, begitu sahabat Bilal ziarah ke makam Rasulullah, Sayidina Abu Bakar mendengar Sayidina Umar mendengar, mereka langsung menemui sahabat Bilal. Dan ziarah bersama. Sayidina Abu Bakar menangis. ‘Hai Bilal kapan datang?’ Tanya Khalifah Abu Bakar.


Mereka menangis rangkul-rangkulan. Kemudain Sahabat Abu Bakar meminta sayidina Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan di Madinah; ‘tolong dengung¬kan kembali adzanmu sebagaimana zaman Rasulullah.’ ‘Mulutku tidak bisa di buka,’ jawab Sayidina Bilal. Sayidina Umar yang juga meminta ke¬sediaan sahabat Bilal mendapat jawaban yang sama.


Akhirnya di sana ada 2 anak. Yang satu umurnya 9 tahun, yang satu umurnya 8 tahun, siapa mereka? Mereka adalah Imam Hasan dan Husain; dua orang cucu Nabi. Imam hasan dan Husain datang kepada Sahabat Bilal, begitu sahabat Bilal tahu, langsung menjemput kedatangan Imam Hasan dan Imam Husain. langsung dirangkul, begitu mencium kedua cucu Nabi, tambah sedih lagi sahabat Bilal, beliau kembali menangis. Karena apa? Keringat kedua anak ini tadi seperti keringat datuknya; baginda Nabi  SAW. Luar biasa.


Akhirnya dua orang ini berbicara. ‘Ya Bilal’ kata Sayidina Hasan yang saat itu ditemani adiknya; Imam Husain; ‘Tolong kumandangkan kembali adzan, sebagaimana engkau lakukan pada zaman datukku baginda Rasulullah SAW’. Dari situlah sahabat Bilal luluh. ‘Kalau yang memerintah adalah dua anak ini, mana mungkin aku bisa menolak. Karena ini adalah sempalan dari darah daging Rasulullah SAW. Kalau saya menolak, nanti di akherat bagaimana bertemu dengan baginda Rasul SAW,’ pikir sahabat Bilal.


Kemudian sahabat Bilal naik ke menara menunaikan adzan, ketika sahabat Bilal adzan seluruh penduduk Madinah, tidak anak kecilnya, tidak orang dewasanya, semua keluar dari rumahnya masing-masing sambil mengatakan Rasulullah hidup kembali-Rasulullah hidup kembali. Karena apa, mendengar suaranya Bilal. Sebab  ketika sahabat Bilal adzan selalu selalu pas dengan baginda Rasulullah SAW. Mereka semua keluar berduyun duyun mendengar suaranya Bilal ra.

KH.M.NUR CHOZIN ABDURROCHMAN BIN ABDUL MUNTHALIB ( Alm )
Lahir di Blora, 14-November-1954, meninggal dunia Bojonegoro, 17-September-2012

Sosok yang dicintai dan dirindu oleh santri bayek, nom ugo tuek ( kecil, dewasa dan tua ) dan juga muhibbin.

Perjuangan agamanya serta nasrul 'ilmi meneruskan tongkat estafet Habibina wa maulana Muhammad SAW yang sangatlah berat berat dijalani dengan ketekunan, ketabahan, kesabaran, keikhlasan, keridhoan hati dengan penuh keistiqomahan selama kurang lebih 35 tahun. Kedekatanya dengan jama'ah, keramahannya tanpa membedabedakan kasta, strata sosial sangatlah membekas dihati santri dan juga muhibbin. Sehingga saat beliau pergi untuk selamanya, ribuan santri dan juga muhibin pun menghantarkanya serta hampir semua tampak terlihat meneteskan air mata. ( bersambung )

Kamis, 24 Mei 2012

Wahai Idolaku Muhammad SAW


Ada dua kelompok ulama. Ada as sodiqun mislu rusul ada as solihun. Maksud mitslu Rusul itu dalam pengertian as Sodikun adalah ulama yang oleh Allah dikuatkan dengan karamat yang dzahir sebagaimana para Rasul yang dikuatkan oleh Allah dengan mu’jizat.  Seperti ada orang yang mau beriman  berkata; tandanya anda rusul apa, saya mau buktinya, saya minta mu’jizatnya. Nah rasul di sini wajib menunjukkan mu’jizatnya.

Demikian pula auliya’-auliya’ itu. Seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Beliau ditanya apa buktinya kalau Nabi  Muhammad bisa menghidupkan orang mati. Syekh Abdul Qodir al Jaelani menjawab,  ‘Terlalu tinggi kalau Nabi saya. Bagaimana dengan Nabimu?’ Orang yang bertanya berkata, “Nabiku bisa menghidupkan orang yang telah mati.” “Caranya bagaimana?,”  lanjut Syekh Abdul Qadir. “Nabiku mengatakan, ‘Qum bi idzinillah,’ hiduplah dengan seijin Allah,” jawab orang itu. “Oke carikan saya orang mati,” pinta Syekh Abdul Qadir.



Syekh Abdul Qodir al Jaelani langsung meng¬hidupkan orang mati itu dengan berkata; ‘Qum Bi Idzni,’ hidup¬lah dengan seijinku. Jangankan Nabi-ku, aku saja bisa. Nabi  terlalu tinggi, kata Syekh Abdul Qodir al Jaelani. ‘Qum bi idzni”, bukan bi idznillah lagi karena  apa, untuk melemahkan orang yang meremeh¬kan Nabi, atau yang tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW. Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak memakai  kata-kata ‘Bi Idznillah’, tapi ‘Qum Bi Idzni’ hakikatnya Syekh Abdul Qodir al Jaelani tetap memohon kepada Allah SWT. Seperti juga karomah Habib Umar bin Thoha Indaramayu waktu bertandang ke Sultan Alaudin, Palembang. Dan seperti Al Habib Alwi bin Hasyim bisa menghidupkan orang mati, tentu saja atas seijin dan kuasa Allah SWT.


Para ulama dan para auliya’ menolong kepercayaan kita atas kebenaran yang dibawa Al Quran; seperti bagaimana ashabul kafi. Ashabul kahfi  bukan rasul,  mereka adalah wali. mereka tidur sampai 360 tahun. Bayangkan saja. Terus karamat Juraij, karamat Luqmanul Hakim dan banyak lagi yang  dicaritakan al Al Quran. Seperti juga Nabi Allah Sulaiman. Dikisahkan dalam al Qur’an beliau bisa berbicara dengan burung.


Wali Allah di Indonesia pun ada yang bisa berbicara bahasa hewan, seperti Mbah Adam dari Krapyak, Pekalongan. Auliya-auliya kita itu dulu begitu. Banyak lagi cerita auliya-auliya ulama-ulama di Indonesia. Ulama Jawa yang karamatnya luar biasa, seperti Mbah Sholeh Semarang, Mbah Kholil Bangkalan, banyak kalau kita ceritakan. Akhirnya dengan adanya yang demikian, kita percanya mantap dengan apa yang disebutkan oleh Al Quran;


أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ


Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: Yunus:62) Dari perilaku, sikap, dan karamat-karamat mereka kita tahu juga bagaimana gambaran dari;



إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ


Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS: Fathir: 28). Kita sudah tidak heran lagi kanapa yang disebut dalam ayat itu adalah ulama. Nah itulah hebatnya auliya-auliya terdahulu, luar biasa, mem¬punyai karamat yang top-top. Banyak lagi kalau diceritakan. Dan kita akan menemukan auliya-auliya yang ada di Indonesia ini luar biasa-luar biasa karamat¬nya. Nah tujuan dari semua ini adalah menolong kita, yang awalnya kepercayaan terhadap  sahabat sangat tipis, suudzon, berburuk sangka dan sebagainya, ditolong oleh para ulama dan para wali-wali Allah SWT.


Kembali kepada para sahabat Nabi. Sahabat Nabi  adalah orang atau generasi pertama yang menerima tongkat estafet dan mewarisi apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Ada banyak hal yang membuat saya kagum ketika saya ber¬bicara tentang keutamaan para sahabat Nabi itu.


Di antaranya saja; kehebatan dan kuatnya keimanan mereka. Saya tidak akan menyebut¬kan yang lain-lain, kita tidak sampai. Dalam istilah jawa itu; kali sak dodo. Sekarang kita lihat bagaimana banyaknya tafsir-tafsir yang menjelaskan maksud Al Qur’an ada ribuan bahkan mungkin jutaan. Satu judul tafsir saja ada yang 50 jilid, 60 jilid. Seperti At Thabari, Fakhru Razi, atau juga yang baru-baru seperti tafsir Syekh Thanthawi. Banyak sekali. Belum lagi yang mem¬bahas fiqih, tauhid dan lain-lain.
Semenatara pada jaman sahabat dulu tidak ada kitab yang menumpuk seperti saat ini. Jangankan kitab, menulis pun tidak, karena banyak di antara mereka yang umiy’; tidak bisa baca-tulis. Begitu ada wahyu disampaikan oleh Rasulullah SAW pada sahabat, dihapal¬kan, dan mereka langsung hapal, langsung percaya, langsung yakin.


Ilmu mereka adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa wahyu atau hadits yang disampaikan oleh Rasullah. Tapi dengan kesederhanaan itu dapat menghasilkan satu keyakinan yang luar biasa yang terpatri dalam hati mereka. Keyakinan yang hebat itu mewarnai dalam ijtihadnya dalam mujahadahnya dan sebagainya. Banyak hadits yang menceritrakan bagaimana kekuatan dan kehebatan keimanan mereka yang luar biasa, bagaimana kecintaan mereka kapada Rasulullah, juga bagaimana kecintaan mereka kepada satu sama lain diantara para sahabat, kecintaan sahabat kepada ahlu bait-nya Rasulullah SAW.


Contohnya sahabat Bilal, bagaimana kecintaan beliau kepada Rasulullah. Pada waktu Rasulullah meninggal, langsung sahabat Bilal mengundurkan diri sebagai muadzin, sebab tidak sampai hati beliau mendengungkan kalimat Allahu akbar. Biasanya dilihat oleh Rasulullah dan sahabat lainnya, sementara pada saat itu Rasul telah mangkat. Sehingga bagaimana mungkin beliau bisa mengeluar¬kan suara sementara Rasulullah SAW yang selalu mendengar adzannya sudah tidak ada. Ketika mau adzan suaranya tidak mau keluar suaranya hilang. Karena apa? Sayidina Bilal Shock, karena mahabbah, kecintaan yang luar biasa kepada Rasulullah SAW. Sahabat Bilal bungkam, diam di Madinah sampai Rasulullah  dimakamkan. Setelah Rasulullah SAW dimakamkan sahabat Bilal tidak betah. Lalu sahabat Bilal pindah ke Syam (Syiria).


Di Syam  tadinya sahabat Bilal membayangkan akan mendapatkan sedikit ketenangan, tapi malah sebaliknya yang terjadi, terbayang wajahnya Rasulullah di mukanya terus, ahirnya ditemui oleh Rasulullah dalam mimpi. Ditanya oleh Rasulullah, ‘Bilal mengapa engkau  tinggal ditempat yang jauh betul dari Aku, katanya engkau ingin dekat dengan Aku, mengapa kamu pundah ke Syam?’ Langsung hari itu juga Sahabat Bilal pulang ke Madinah Al Munawroh, begitu sahabat Bilal ziarah ke makam Rasulullah, Sayidina Abu Bakar mendengar Sayidina Umar mendengar, mereka langsung menemui sahabat Bilal. Dan ziarah bersama. Sayidina Abu Bakar menangis. ‘Hai Bilal kapan datang?’ Tanya Khalifah Abu Bakar.


Mereka menangis rangkul-rangkulan. Kemudain Sahabat Abu Bakar meminta sayidina Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan di Madinah; ‘tolong dengung¬kan kembali adzanmu sebagaimana zaman Rasulullah.’ ‘Mulutku tidak bisa di buka,’ jawab Sayidina Bilal. Sayidina Umar yang juga meminta ke¬sediaan sahabat Bilal mendapat jawaban yang sama.


Akhirnya di sana ada 2 anak. Yang satu umurnya 9 tahun, yang satu umurnya 8 tahun, siapa mereka? Mereka adalah Imam Hasan dan Husain; dua orang cucu Nabi. Imam hasan dan Husain datang kepada Sahabat Bilal, begitu sahabat Bilal tahu, langsung menjemput kedatangan Imam Hasan dan Imam Husain. langsung dirangkul, begitu mencium kedua cucu Nabi, tambah sedih lagi sahabat Bilal, beliau kembali menangis. Karena apa? Keringat kedua anak ini tadi seperti keringat datuknya; baginda Nabi  SAW. Luar biasa.


Akhirnya dua orang ini berbicara. ‘Ya Bilal’ kata Sayidina Hasan yang saat itu ditemani adiknya; Imam Husain; ‘Tolong kumandangkan kembali adzan, sebagaimana engkau lakukan pada zaman datukku baginda Rasulullah SAW’. Dari situlah sahabat Bilal luluh. ‘Kalau yang memerintah adalah dua anak ini, mana mungkin aku bisa menolak. Karena ini adalah sempalan dari darah daging Rasulullah SAW. Kalau saya menolak, nanti di akherat bagaimana bertemu dengan baginda Rasul SAW,’ pikir sahabat Bilal.


Kemudian sahabat Bilal naik ke menara menunaikan adzan, ketika sahabat Bilal adzan seluruh penduduk Madinah, tidak anak kecilnya, tidak orang dewasanya, semua keluar dari rumahnya masing-masing sambil mengatakan Rasulullah hidup kembali-Rasulullah hidup kembali. Karena apa, mendengar suaranya Bilal. Sebab  ketika sahabat Bilal adzan selalu selalu pas dengan baginda Rasulullah SAW. Mereka semua keluar berduyun duyun mendengar suaranya Bilal ra.

Minggu, 13 Mei 2012

SEJARAH AWAL MULA FAHAM WAHHABY



Tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha menulis dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya,Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I'tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha'i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama' besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa'iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi'i, menulis surat berisi nasehat: "Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A'dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : "Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama'ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, "Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan" Lelaki itu bertanya lagi "Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.

Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar'iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama' besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.

Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka'bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma'la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi saw., tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa'ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi'i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi saw. yang berada di Ma'la (Mekkah), di Baqi' dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad saw. dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah saw. dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi saw. terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.

Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

"Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir," katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, "Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala."

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul saw. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid'ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid'ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid'ah? Karena nama negeri Rasulullah saw. diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa'ud.

Sungguh Nabi saw. telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau saw. dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: "Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana," sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)

"Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul)." (HR Bukhori no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban

Nabi saw. pernah berdo'a: "Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman," Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo'a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau saw. bersabda: "Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.", Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: "Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah saw. itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid'ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala'udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi saw.: "Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin". AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi saw. yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab.
Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M, seorang ulama' mencatat tahunnya dengan hitungan Abjad: "Ba daa halaakul khobiits" (Telah nyata kebinasaan Orang yang Keji) 

Jumat, 11 Mei 2012

MAULID NABI MUHAMMAD SHOLLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM


Lho! Merayakan MAULID NABI kan BID'AH???
Lho.. Bukankah Merayakan Maulid Nabi itu Tidak Boleh???

Memang ada di antara kaum muslimin yang mengatakan bahwa Merayakan Maulid Nabi itu tidak boleh, bahkan menyatakan bahwa Merayakan Maulid Nabi itu haram, atau bahkan syirik karena kultus berlebihan kepada Nabi.

Namun… Dalam syari’at, kita ada qaidah; Laa Tahriim illaa bi Daliil; Tidak boleh mengharamkan sesuatu kecuali memang ada dalil yang mengharamkannya. Contohnya, selama tidak ada dalil yang mengharamkan penggunaan handphone, maka tidak boleh seseorang semena-mena mengharamkan handphone, kecuali memang ada ‘kotoran’ di dalam handphone tersebut yang diharamkan syari’at.

Nah.. Coba tunjukkan dalil yang mengharamkan perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Adakah?

Bukankah Rasulullah bersabda; “Kullu Bid’atin Dholaalatun.” ???

Bukan dalil yang mengharamkan bid’ah dholalah yang kita minta, tetapi dalil yang mengharamkan maulid. Ketika diminta dalil tentang keharaman minuman keras maka jangan tunjukkan dalil yang memerintahkan shalat. Sama halnya, ketika diminta dalil yang mengharamkan maulid maka jangan mengajukan dalil yang mengharamkan bid’ah dholalah..

Bukankan Perayaan Maulid Nabi itu BID’AH???

Coba perhatikan. Banyak orang salah kaprah, menyangka bahwa perayaan Maulid Nabi itu dimulai pertama kali oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549 - 630 H), seorang penguasa daerah Irbil.

Sesungguhnya pernyataan ini kurang tepat. Sebenarnya, hakikat ataupun esensi peringatan Kelahiran Rasulullah saw. sudah ada sejak jaman para Shahabat Rasulullah saw., walaupun dulu belum ada istilah “Perayaan Maulid Nabi Muhammad”, akan tetapi hakikatnya sudah ada sejak dahulu.

Memang, sebagaimana disebutkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kumpulan fatwanya (Al-Hawi lil Fatawi), perayaan maulid pertama yang digelar besar-besaran oleh kalangan penguasa adalah perayaan yang digelar oleh Al-Malik Al-Mudzaffar. Disebutkan dalam nushush sejarah, beliau mengundang seluruh kalangan muslimin di daerah itu, para ulama, para umara dan kaum sufi, hingga menyembelih sampai 5000 ekor kambing, 10.000 ekor unggas, dan menyediakan sampai 30.000 piring makanan.

Setelah itu, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi juga tercatat sebagai penguasa yang menggelar Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. besar-besaran dalam rangka membakar semangat perjuangan, ruhul jihad kaum muslimin.

Itu semua besar-besaran digelar oleh kalangan para raja, namun perayaan yang digelar oleh rakyat kecil dari kalangan ulama sampai sahabat sudah ada sejak dulu.

Mana buktinya?

Mau tahu buktinya? Sebelumnya, Kita musti tahu dulu APA MAKNA dan ESENSI PERAYAAN MAULID NABI ITU?

UNGKAPAN KEBAHAGIAAN

Perayaan maulid Nabi Muhammad saw adalah suatu ungkapan kegembiraan, kebahagiaan dari Umat Islam atas kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw., yang membawa kita dari kegelapan menuju cahaya terang benderang.

Hal yang semacam ini, yakni memperlihatkan kegembiraan atas segala anugerah dari Allah adalah hal yang dianjurkan dalam Al-Quran, surah Yunus:58;

“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, HENDAKLAH DENGAN ITU MEREKA BERGEMBIRA. karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Dalam ayat tersebut terdapat perintah dari Allah untuk bergembira atas segala macam anugerah yang dikaruniakan Allah swt berupa Rahmat dan Nikmat.

Kita semua tahu, anugerah terbesar dari Allah bagi manusia, Rahmat Allah bagi alam semesta yang terbesar adalah diutusnya Baginda Rasulullah saw.! Sebab Nabi Muhammad adalah KASIH SAYANG dari ALLAH bagi semesta alam. Cukuplah kabar gembira ini tercakup dalam surah At-Taubah:128;

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Maka jelas, jika orang mengungkapkan kebahagiaannya, bukanlah sesuatu yang dilarang. Secara khusus, dalam pembahasan ini adalah kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Dan tiap orang berbeda dalam cara mengungkapkannya, ada yang dengan berpuasa, sedekah, shalat, sujud dan lain sebagainya.

Bahkan, dalam hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabus shiyam, dari sahabat Abi Qatadah, bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang alasan beliau berpuasa di hari Senin. Beliau menjawab;

“Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan.”

Artinya, beliau berpuasa sebab rasa syukur beliau atas kelahirannya di muka bumi.

Ada pula yang mengungkapkan kebahagiaannya dengan memerdekakan budak.

Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya, bahwa ketika Abu Lahab (paman Rasulullah yang merupakan salah seorang penghalang dakwah Islam terbesar) mendengar kelahiran keponakannya, Muhammad Rasulullah saw., Abu Lahab yang sangkin gembiranya, memerdekakan budaknya, Tsuwaybah, yang membawakan kabar gembira tersebut. Sebab inilah, Abu Lahab mendapat keringanan siksa dalam kubur setiap hari Senin karena kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah saw.

Inilah! Allah tidak melupakan kegembiraan seseorang walaupun hanya sesaat…

Al-Imam Al-Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Nashruddin Ad-Dimasyqi mengomentari hal ini,
“Apabila orang semacam Abu Lahab, yang bukan hanya kafir, bahkan satu surah penuh dalam Alquran (Al-Lahab) seakan memberi ‘stempel’ siksa neraka baginya, dia saja bisa mendapatkan keringanan siksa tiap hari Senin… Nah, bagaimana kiranya dengan seorang muslim yang dari sejak kecilnya sudah mengenal cinta kepada Nabi Muhammad saw.???”

Adapun, kalau kita mau jujur, semua yang dilakukan oleh umat Islam di penjuru dunia, berupa perayaan maulid nabi, tiada lain karena gembira atas kelahiran Rasulullah saw.

Dan cara mengungkapkannya pun adalah dengan berdzikir, membaca Alquran, bershalawat, mendengarkan sejarah kelahiran dan kehidupan Rasulullah, puji-pujian kepada Allah, syair pujian kepada Rasulullah, kemudian mendengarkan nasihat agama, lantas ditutup dengan doa bersama dan diakhiri dengan makan bersama. Adakah unsur kebathilan atau keharaman di dalamnya? Tidak ada.
Bahkan semua itu dianjurkan oleh syari’at.

PERKUMPULAN DZIKIR

Berapa banyak ayat di dalam Alquran anjuran untuk berdzikir. Ada pula hadits shahih yang sudah masyhur yang menerangkan tentang dzikir, berupa hadits qudsiy yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; Rasulullah bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman;

“Aku ini sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadapku. Dan Aku bersama hamba-Ku ketika ia mengingat Aku. Jikalau ia mengingat Aku sendirian, maka Aku pun mengingatnya dalam Diri-Ku. Dan kalau ia mengingat Aku di dalam perkumpulan, maka Aku akan mengingat hamba-Ku itu di dalam perkumpulan yang lebih mulia daripada perkumpulannya itu.”

MENDENGARKAN AL-QURAN

Dulu, para sahabat setiap hari mendengarkan Rasulullah membacakan Al-Quran, atau salah satu shahabat membaca ayat Al-Quran dan yang lain menyimak. Bahkan, Rasulullah sendiri suatu ketika memerintahkan kepada Sayyidina Abdullah bin Mas’ud,

“Ya Abdallah, bacakan untukku Al-Quran.”

“Ya Rasulallah, bagaimana aku membacakan kepadamu Al-Quran, padahal engkaulah yang diwahyukan
Al-Quran.” Sanggah Abdullah bin Mas’ud.

“Ya, namun aku suka mendengarkannya dibacakan orang lain.” Jawab Rasulullah.
Sampai beliau membaca ayat ke-41 dari surat Annisa,

“Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu.”

“Cukup,” kata Rasulullah menghentikan bacaan sahabatnya saat mendengarkan ayat ini sambil berlinang air mata.

Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak lain adalah seperti yang dilakukan para sahabat bahkan Rasulullah saw sendiri., yakni memperdengarkan dan menyimak Ayat Al-Quran.

MEMBACA SHALAWAT DAN SALAM BAGI NABI

Perintah dari Allah bagi kita untuk bershalawat sudahlah jelas dan cukup dengan surah Al-Ahzab:56 ini;

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Dalam riwayat yang shahih, Rasulullah saw. bersabda, “Tak ada seorang pun di penjuru dunia ini yang mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku ke dalam jasadku untuk menjawab salam tersebut.”

MEMPERDENGARKAN SEJARAH KEHIDUPAN NABI

Para sahabat, setiap hari, yang menjadi buah bibir mereka adalah kehidupan Rasulullah saw.
Suatu ketika, para sahabat sedang duduk-duduk, memperbincangkan tentang keutamaan para nabi terdahulu, menyebutkan bahwa Nabi Adam adalah seorang yang mulia, ia diciptakan langsung oleh Allah dari tanah tanpa ayah maupun ibu yang melahirkan. Juga menyebut Nabi Ibrahim yang berkedudukan istimewa di sisi Allah sebagai Khalilullah (Kekasih Allah). Ada juga yang menyebutkan kemuliaan Nabi Musa as., yang bercakap-cakap langsung dengan Allah Ta’ala, dan disebut sebagai Kalimullah. Kemudian ada yang menyebutkan kemuliaan Nabi Isa, yang dilahirkan tanpa seorang ayah dan mendapat gelar Ruhullah.

Ketika para sahabat tengah asyik memperbincangkan keutamaan para nabi terdahulu, Rasulullah saw yang dari tadi ternyata mendengar percakapan para sahabatnya ini, menghampiri mereka seraya berucap,

“Benar semua tentang apa yang kalian katakan tentang para nabi terdahulu, tapi ingat.. Akulah pemimpin anak adam (manusia) dan tak ada kebanggaan bagiku. Seluruh manusia akan berada di bawah benderaku di hari kiamat.”

Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak lain adalah seperti yang dilakukan para sahabat bahkan Rasulullah saw sendiri., yakni menceritakan kemuliaan Rasulullah saw.

KHUSUSNYA MENCERITAKAN SAAT KELAHIRAN RASULULLAH SAW.

Karena kelahiran Rasulullah saw. inilah awal dari segala karunia hidayah dari Allah swt. bagi umat Islam. Tidak ada penurunan wahyu jika Rasulullah tidak dilahirkan, tidak ada hijrah, tidak ada fathu makkah, tidak ada syari’at yang diajarkan jika beliau tidak dilahirkan.

Dan betapa banyak di dalam Al-Quran, bahwa Allah swt. mengisahkan tentang kelahiran para shalihin terdahulu, contohnya; kelahiran Nabi Isa bin Maryam as., bahkan ibunda beliau (Sayyidah Maryam binti ‘Imron) dalam surah Ali ‘Imron dan surah Maryam. Ada juga kisah kelahiran Nabi Musa as. dalam surah Tha-ha. Ada juga tentang kelahiran Nabi Yahya dalam surah Maryam. Bahkan tentang ‘kelahiran’ (penciptaan) Nabiyullah Adam as.

Dan tentang ini, dalam surah Hud, Allah Ta’ala berfirman,

“dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”

Jika kisah-kisah para Nabi terdahulu dapat meneguhkan hati Nabi Muhammad dan kita pengikutnya sebagai kaum mukminin. Apalagi bila yang diceritakan itu adalah kisah kelahiran dan kehidupan serta perjuangan Nabi Muhammad saw., pemimpin seluruh Para Nabi ‘alayhimus shalaatu wassalaam. Lebih-lebih lagi!

Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak lain adalah seperti yang dicontohkan oleh Allah dalam Al-Quran, yakni menceritakan kelahiran serta kehidupan Rasulullah saw. untuk memantapkan keimanan dalam hati kita.

PUJIAN KEPADA RASULULLAH

Disebutkan dalam riwayat At-Thabraniy, bahwa Sayyiduna ‘Abbas ra. datang menemui Rasulullah saw., beliau berkata, “Ya Rasulallah, aku ingin memujimu dengan sya’irku.”

“Ya, katakanlah wahai Abbas. Semoga Allah swt menjaga dan tidak merontokkan gigimu.” Jawab Rasulullah saw.

(di kemudian hari, Sayyiduna ‘Abbas meninggal dunia dalam usia tua dan tidak ada satu gigi pun yang rontok ataupun tanggal, berkat do’a Rasulullah saw.)

Kemudian Sayyiduna Abbas bersyair;

Duhai Rasulullah, engkaulah cahaya yang Allah ciptakan dan tempatkan dalam sulbi Nabi Adam
Dan engkau turun ke muka bumi bersama turunnya Nabi Adam
Dan ketika bumi ini tenggelam dalam banjir bandang, engkau selamat di dalam sulbi Nabi Nuh di atas bahteranya
Begitulah engkau berpindah dari sulbi laki-laki yang mulia ke dalam wanita-wanita yang suci
Sehingga sampailah engkau ke dalam sulbi Nabi Ibrahim
Dan bagaimana mungkin api dapat membakar ketika Nabi Ibrahim dimasukkan ke dalamnya, sedangkan engkau berada di dalam sulbinya.
Dan ketika engkau dilahirkan, alam semesta ini menjadi terang benderang
Dan saat ini, kami nikmati lezatnya Islam tiada lain sebab kelahiranmu saat itu

Sehingga, seperti yang diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah istri Rasulullah, tak sedikit di antara para sahabat yang bersyair di hadapan Rasulullah saw., berupa pujian dan sanjungan kepada Rasulullah saw. demi mendapatkan keberkahan doa dari Nabi Muhammad saw. dan Rasulullah tersenyum mendengarkannya.

MIMBAR BAGI HASSAN BIN TSABIT UNTUK BERSYAIR DAN MEMUJI RASULULLAH SAW.

Dan dalam Shahih Al-Bukhari, disebutkan bahwa diletakkan di dalam Masjid Nabawiy sebuah mimbar bagi Hassan bin Tsabit untuk bersyair,

(Hassan bin Tsabit adalah seorang sahabat yang berjuang membela Islam dengan syairnya. Sehingga Rasulullah saw bersabda, “Syair Hassan bin Tsabit itu lebih tajam bagi orang kafir daripada pedang kita.” Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mendukung Hassan bin Tsabit melalui Ruhul Quds selama ia membela Rasulullah saw dengan syairnya.”)

Adapun mimbar tersebut khusus disediakan oleh Nabi bagi Sayyiduna Hassan bin Tsabit di Masjid Nabawiy untuk menyampaikan syairnya. Nah, dari sini kita tahu, jika sudah memakai mimbar dalam masjid, berarti itu adalah suatu acara yang resmi, dan itu juga berarti bahwa yang hadir banyak sehingga perlu adanya mimbar, dan itu juga berarti bahwa Rasulullah sendiri mengijinkan pembacaan syair tersebut.

Hal seperti ini sama sekali tidak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang, berkumpul di suatu tempat atau di dalam masjid, lantas membaca sya’ir pujian bagi Allah dan Rasulullah saw. yang disusun oleh para ulama yang tahu akan syari’atul muthohharoh.

Bahkan terkadang Rasulullah sendiri memanggil Hassan bin Tsabit untuk bersyair. Pernah suatu kali Hassan sampai membacakan 80 bait syair di hadapan Nabi Muhammad saw.

Salah satu syairnya;

Semangat Rasulullah begitu besar, sedikit semangatnya tidak terbandingkan dengan semangat seluruh manusia dari jaman Nabi Adam
Telapak tangan Rasulullah adalah teramat dermawan, andaikan sepersepuluh telapak tangan beliau diletakkan di atas daratan maka daratan itu ‘kan lebih basah dari lautan
Yang lebih bagus darimu tak pernah terlihat oleh mataku, dan yang lebih indah darimu tak pernah terlahirkan oleh wanita manapun
Engkau diciptakan dalam keadaan bersih dari segala aib, seolah-olah engkau tercipta atas kehendakmu sendiri

BERDIRI DAN MENABUH REBANA KETIKA MEMBACA SYA’IR PUJIAN DALAM MAULID NABI

Dalam riwayat Imam Al-Bayhaqi, pada hari saat Rasulullah saw. masuk di kota Madinah, Rasulullah saw. disambut dengan gegap gempita oleh para shahabat (baik Anshar maupun Muhajirin) sambil berdiri dan dibacakan qashidah Thala’al Badru ‘Alayna.

Setelah Rasulullah baru sampai di rumah Abu Ayyub Al-Anshari, beberapa wanita dari suku Bani Najjar (keluarga Abu Ayyub) berkumpul di samping rumah Abu Ayyub sambil menabuh rebana (dufuf) dan berqashidah;

Kami adalah wanita-wanita dari suku Najjar, dan kami teramat bahagia karena Rasulullah kini menjadi tetangga kami…

Lantas Rasulullah keluar rumah dan bertanya,

“Apakah kalian berbuat ini karena dasar kecintaan kepadaku?”

“Duhai Rasulallah, tidaklah kami melakukan ini kecuali karena kecintaan kami kepadamu.” Jawab mereka.

Rasulullah saw tersenyum seraya berucap, “Sungguh, hanya Allah yang tahu berapa besar kecintaanku kepada kalian.”

Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak lain adalah seperti yang dicontohkan para Shahabat Rasulullah saw.

Berupa Pembacaan Ayat Al-Quran, khususnya tentang perintah Allah untuk bershalawat kepada Rasulullah, kemudian sama-sama berdzikir dan bershalawat teruntuk Baginda Nabi Muhammad, kemudian membaca kitab-kitab susunan ulama salaf yang mengisahkan tentang kelahiran dan sanjungan terhadap Nabi Muhammad, baik itu Al-Barzanjiy, Ad-Diba’iy, ‘Azab, Simthud-Duror, Burdah, Dhiya-ul Laami’ dan lain-lain.

Adapula kilas balik suasana dalam menyambut kedatangan Rasulullah saw. ketika hijrah, lantas ditutup dengan salah seorang berdoa kemudian diaminkan bersama-sama.
Nah, dari sekian unsur-unsur di atas, yakni esensi perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. yang senantiasa digelar oleh sebagian besar kaum muslimin di berbagai negeri, adakah yang menyimpang dari syari’at???


--------
dinukil dari
Ceramah Al-Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Ahmad Bin Jindan Bin Syech Abubakar bin Salim
dalam Jalsah Laylatul Arbi-a', Selasa, 13 Rabi'ul Awwal - 10 Maret 2009
di Majlis Ta'lim - Pondok Pesantren - Panti Asuhan
ALFACHRIYYAH
Tangerang-Banten